Sudah sekitar 4 bulanan aku tinggal di Jakarta. Satu bulan mengikuti training Oil and Gas dan 3 bulan bekerja di perusahaan yang baru. Dan hampir selama itulah aku meninggalkan istri dan calon anakku jauh di Jawa Timur sana. Semoga nanti segera berkumpul kembali.
Sebelum aku tinggal di Jakarta, aku hanya mengamini apa yang dikatakan oleh opini-opini orang saja atau berdasarkan berita-berita di media televisi atau cetak. Kota yang padat penduduk, memiliki berbagai kultur , memiliki wilayah kumuh, pusat pemerintahan dan kuangan, banyak gedung-gedung tinggi, macet, dll. Ternyata dalam kenyataannya memang begitu dan sangat persis. Ya terbukti lah.
Selama di Jakarta yang sering kulakukan adalah berangkat dan pulang kerja. Rutinitas yang banyak dilakukan oleh sebagian orang-orang Jakarta terutama kaum pekerjanya. Dan aku menjadi salah satunya. Keluhan-keluhan disini seolah-olah sudah menjadi kebiasaan dan seperti bukan beban saja.
Macet, kata yang sering terucap dan sepertinya sudah biasa. Pulang malam agar tidak terjebak kemacetan akhirnya menjadi salah satu alternatif agar tidak kelelahan di jalan. Untung saja aku kos dekat kantor cukup jalan kaki saja. Yang parah pernah saya rasakan salah satunya adalah pada saat naik Busway dari Slipi ke Semanggi yang harusnya cuma 5 menit sampai eh malah bisa sampai setengah jam. Jalur busway kok direbut kendaraan biasa.
Taksi, mungkin di beberapa kota moda angkutan ini tidak banyak. Tapi disini taksi merupakan angkutan yang lumrah. Bahkan aku sering mengamati taksi-taksi ini melintas di depan kosku hampir setiap menit ada. Pernah ngobrol dengan supir taksi bahkan taksi “Burung Biru” bisa mencapai 10 ribu unit lebih di Jakarta saja.
Ojek, alernatif moda transportasi masyarakat Jakarta. Keunikannya disini yang tidak ada di tempat lain adalah seringkali aku ditawari naik ojek waktu berjalan di pinggir jalan. Pemandangan yang sangat jarang di kota lain bukan? Jumlahnya sangat banyak pula. Tiap anda melihat motor dengan seorang pengendara dan membawa helm cadangan maka bisa dipastikan itu tukang ojek.
Yah, cerita diatas sekedar bercelotehan aku saja tentang Jakarta. Nanti disambung lagi ya.